Riau
|
|
Peta lokasi Riau |
Koordinat | 1º 15' LS - 4º 45' LU
100º 03' - 109º 19' BT |
Dasar hukum |
|
Tanggal penting | 9 Agustus 1957 (hari jadi) |
Ibu kota | Pekanbaru |
Gubernur | Rusli Zainal |
Luas | 89150.15 km2 |
Penduduk | 5.543.031 jiwa (2010) [1] |
Kepadatan |
|
Kabupaten | 10 |
Kota | 2 |
Kecamatan |
|
Kelurahan/Desa |
|
Suku | Melayu (37,74%), Jawa (25,05%), Minangkabau (11,26%), Batak (7,31%), Banjar (3,78%), Tionghoa (3,72%), Bugis (2,27%), Lain-lain (8,87%) [2] |
Agama | Islam (88%), Protestan (1%), Katolik (5%), Buddha (6%), Hindu (0,2%) |
Bahasa | Bahasa Melayu, Bahasa Indonesia |
Zona waktu | WIB |
Lagu daerah | Lancang Kuning, Soleram, Langgam Melayu, Kutang Barendo, Lenggang Kangkung, Ayam Putih Pungguk, Hymne Melayu, Satelit Zapin, Zapin Laksmana Raja di Laut, Zapin Pantai Solop, Gulai Kokek Asam Durian, Tuanku Tambusai, |
Rumah tradisional | {{{rumah}}} |
Senjata tradisional | {{{senjata}}} |
Singkatan | {{{singkatan}}} |
Referensi: {{{ref}}}
|
Situs web resmi: http://www.riau.go.id
|
(?) |
Riau adalah sebuah
provinsi di
Indonesia. Provinsi ini terletak di Pulau
Sumatera dan beribukotakan
Pekanbaru. Provinsi Riau di sebelah utara berbatasan dengan
Kepulauan Riau dan
Selat Melaka, di sebelah selatan dengan Provinsi
Jambi dan
Selat Berhala, di sebelah timur berbatasan dengan
Laut Cina Selatan (Provinsi
Kepulauan Riau) dan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi
Sumatera Barat dan Provinsi
Sumatera Utara.
Arti lambang
Mata rantai tak terputus sejumlah 45 butir, membentuk tameng. Memberi arti persatuan dan kesatuan bangsa yang telah diprokalamasikan sejak tahun
1945. Di dalamnya berisi
padi,
kapas, gelombang laut,
keris dan
lancang kuning, jenis kapal layar yang khas daerah Riau. Padi kapas melambangkan kesejahteraan rakyat, lancang kuning mengandung arti semangat rakyat Riau dengan hasil laut yang melimpah. Gelombang 5 lapis melambangkan Pancasila sebagai dasar Negara
Republik Indonesia. Dan Keris Berhulu, kepala burung Serindit adalah kepahlawanan rakyat Riau berdasarkan kebijaksanaan dan kebenaran
Geografi
Luas wilayah Provinsi Riau adalah 111.228,65 kilometer persegi (luas sesudah pemekaran Provinsi
Kepulauan Riau) yang terdiri dari pulau-pulau dan laut-laut. Keberadaannya membentang dari lereng
Bukit Barisan sampai Laut Cina Selatan, terletak antara 1°15´ Lintang Selatan sampai 4°45´ Lintang Utara atau antara 100°03´-109°19´ Bujur Timur Greenwich dan 6°50´-1°45´ Bujur Barat Jakarta.
Daerah Provinsi Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau serta musim hujan. Rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari.
Menurut catatan Stasiun Metereologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata di Kota Pekanbaru menunjukkan optimum pada 27,6 ° Celsius dalam interval 23,4-33,4° Celsius. Kejadian kabut tercatat terjadi sebanyak 39 kali dan selama Agustus rata-rata mencapai 6 kali sebagai bulan terbanyak terjadinya kejadian.
Sumber daya alam
Riau kaya akan sumber daya alam, baik kekayaan yang terkandung di perut bumi, berupa minyak dan gas bumi, emas, dll. maupun kekayaan hutan dan perkebunannya, belum lagi kekayaan sungai dan lautnya. Seiring otonomi daerah, kekayaan tersebut bertahap mulai disalurkan secara penuh ke daerah (tidak sepenuhnya diberikan ke pusat) lagi. Aturan baru dari pemerintahan reformasi, memberi batasan dan aturan tegas mengenai kewajiban penanam modal, pemanfaatan sumber daya dan bagi hasil dengan lingkungan sekitar.
Kependudukan
Penduduk Riau berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau tahun 2010 sebesar 5.543.031 jiwa. Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah
Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk 903.902 jiwa, sedangkan Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah
Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 176.371 jiwa.
Suku Bangsa di Riau
Penduduk Provinsi Riau terdiri dari penduduk asli dan para pendatang yang bermacam-macam suku bangsanya. Mereka bermukim di wilayah perkotaan dan di pedesaan di seluruh pelosok Provinsi Riau. Adapun suku-suku yang terdapat di Provinsi Riau adalah sebagai berikut:
[1]
Suku Melayu merupakan penduduk asli Provinsi Riau dan merupakan suku mayoritas di provinsi ini, terdapat di seluruh daerah Riau.
Pada umumnya ada di daerah Riau, terutama daerah transmigran dan daerah perkotaan. Penduduk Suku Jawa ada yang bekerja sebagai petani, pegawai negeri, anggota TNI, buruh dan sebagainya.
Penduduk Suku Minangkabau pada umumnya tinggal di
Pekanbaru,
Kampar,
Kuantan Singingi,
Rokan Hulu dan wilayah lainnya. Pada umumnya mereka hidup sebagai pedagang, namun banyak juga yang menjadi pegawai negeri, anggota TNI, dan lain-lain.
Suku Minangkabau merupakan suku yang suka merantau.
Penduduk etnis
Tionghoa pada umumnya tinggal di daerah pesisir Provinsi Riau seperti di
Bagansiapiapi,
Selatpanjang,
Pulau Rupat dan
Bengkalis. Namun sekarang ini banyak juga yang tinggal di daerah perkotaan seperti
Pekanbaru dan
Dumai.
Masyarakat dari Suku Batak kebanyakan tinggal di daerah perkotaan. Banyak diantara mereka yang bekerja sebagai PNS, TNI, pedagang, dan lain-lain.
Banyak terdapat di Indragiri Hilir, seperti di
Tembilahan, Enok, Tempuling Gaung anak Serka dan Reteh.
Suku bangsa di Riau lainnya seperti
Sunda,
Banjar,
Flores, suku - suku di pedalaman daerah Riau seperti
Suku Akit,
Suku Talang Mamak,
Suku Laut dan lainnya.
Bahasa
Bahasa pengantar masyarakat
Provinsi Riau pada umumnya menggunakan
Bahasa Melayu dan
Bahasa Indonesia tentunya. Penggunaan
Bahasa Minang juga banyak digunakan oleh penduduk Provinsi Riau. Selain itu bahasa Hokkien juga banyak digunakan oleh kalangan dari Suku Tionghoa, terutama yang bermukim di daerah seperti
Selatpanjang,
Bengkalis,
Bagansiapiapi, dan lainnya.
Agama
Dilihat dari komposisi penduduk Provinsi Riau yang penuh kemajemukan dengan latar belakang sosial budaya, bahasa dan agama yang berbeda, pada dasarnya merupakan aset bagi daerah
Riau sendiri. Oleh karena itu kemajemukan tersebut harus dianggap bukanlah sebagai jurang pemisah antar penduduk namun sebagai pendorong bagi terciptanya persatuan dan kesatuan
Indonesia.
Agama - agama yang dianut penduduk Provinsi Riau sangat beragam. Yaitu
Islam,
Kristen Protestan,
Kristen Katolik,
Hindu,
Buddha,
Konghucu, dsb.
Berbagai sarana dan prasarana peribadatan terdapat di seluruh penjuru Provinsi Riau.
Contoh - contoh tempat peribadatan bagi masyarakat Riau yaitu :
- bagi Umat Kristen / Katolik = Gereja Santa Maria A Fatima Pekanbaru, Gereja HKBP Pekanbaru Kota, GBI Dumai, Gereja Kalam Kudus(selatpanjang) dll
- bagi Umat Hindu = Pura Agung Jagatnatha Pekanbaru dll
Pendidikan
Riau mempunyai beberapa perguruan tinggi, di antaranya
Universitas Riau [2],
Universitas Islam Riau,
Universitas Islam Negri SUSKA (Sultan Syarif Kasim),
Universitas Lancang Kuning,
Universitas Muhammadiyah Riau. Selain itu juga terdapat
Politeknik Caltex Riau [3] dan Lembaga pendidikan dan pelatihan.
Pemerintahan
Kabupaten dan Kota
Daftar gubernur
Perekonomian
Pertanian & perkebunan
Perkebunan yang berkembang adalah perkebunan
karet dan perkebunan
kelapa sawit, baik itu yang dikelola oleh
negara ataupun oleh
rakyat. Selain itu juga terdapat perkebunan
jeruk dan
kelapa.Untuk perkebunan sawit saat ini propinsi Riau memiliki perkebunan sawit seluas 1,34 juta hektar.Selain itu terdapat pula 116 pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang beroperasi dengan produksi
coconut palm oil''(CPO) 3.386.800 ton per tahun.
Hutan & ikan
Pembangunan kehutanan pada hakekatnya mengcakup semua upaya memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumber daya alam hutan dan sumber daya alam hayati lain serta ekosistemnya, baik sebagai pelindung dan penyangga kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati maupun sebagai sumber daya pembangunan. Namun dalam realitanya tiga fungsi utamanya sudah hilang, yaitu fungsi ekonomi jangka panjang, fungsi lindung dan estetika sebagai dampak kebijakan pemerintah yang lalu.
Hilangnya ketiga fungsi diatas mengakibatkan semakin luasnya lahan kritis yang diakibatkan oleh pengusahaan hutan yang tidak mengindahkan aspek kelestarian. Efek selanjutnya adalah semakin menurunnya produksi kayu hutan non HPH, sementara upaya reboisasi dan penghijauan belum optimal dilaksanakan. Masalah lain yang sangat merugikan tidak saja Provinsi Riau pada khususnya tapi Indonesia pada umumnya, Kerugian itu adalah masalah ilegal logging dan pengerukan pasir-pasir, bahkan lebih parah dari tahun ke tahun. Masalah ini merupakan akar dari masah lalu yang sulit sekali untuk diberantas karena ada oknum-oknum tertentu yang ikut bermain didalamnya. Ilegal logging telah menyebabkan hutan Riau habis tanpa ada proses hukum bagi mereka yang melakukannya. Oleh sebab itu sebagai provinsi yang memiliki sumber log terbesar di pulau Sumatera, perlu penanganan dari para ahli yang jujur dan mau bekerja keras, etos yang mantap dan mengabdi hingga akhir zaman. Masalah yang rumit ini harus diselesaikan sesegera mungkin supaya kelar dari pengaruh negara tetangga, karena negara tetangga selalu mencuri setiap waktu.
Industri
Hasil daerah provinsi Riau antara lain:
- Kelapa Sawit
- Kopra
- Karet
- Plastik
- Kayu
Pertambangan
Hasil pertambangan Provinsi Riau adalah
Minyak bumi,
Gas, dan
Batu Bara.
Transportasi
Provinsi Riau merupakan satu-satunya propinsi yang mempunyai
BUMD di bidang
transportasi udara yakni PT.
Riau Airlines,yang bertujuan untuk melayani daerah-daerah yang sulit dijangkau melalui
jalan darat maupun
laut. Riau Airlines mengoperasikan
Fokker-50 buatan
Belanda(5 armada),untuk tahun
2008 menambah 2 armada lagi dengan jenis
Avro-RJ 100
Keuangan & Perbankan
Untuk perbankkan di Propinsi sangat berkembang pesat, ini ditandai banyaknya
bank swasta,serta adanya
BUMD Bank Riau dan
BPR Sarimadu.
Seni dan Budaya
Musik
Tarian
Pariwisata
Wisata Alam
Provinsi Riau sebenarnya memiliki bermacam-macam pariwisata alam. Namun potensi tersebut kurang dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Riau maupun pemerintah daerah setempat. Beberapa contoh pariwisata alam yang ada di
Provinsi Riau yaitu :
terletak lebih kurang 45 mil dari ibukota Kabupaten
Rokan Hilir,
Bagansiapiapi, dan 45 mil dari negara tetangga yakni
Malaysia, sedangkan
Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi yang terdekat dari Pulau Jemur. Pulau Jemur sebenarnya merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri dari beberapa buah pulau antara lain, Pulau Tekong Emas, Pulau Tekong Simbang, Pulau Labuhan Bilik serta pulau-pulau kecil lainnya. Pulau-pulau yang terdapat di Pulau Jemur ini berbentuk lingkaran sehingga bagian tengahnya merupakan laut yang tenang. Pada musim angin barat laut tiba, gelombang di Selat Malaka sangat besar sehingga biasanya nelayan-nelayan yang sedang menangkap ikan disekitar perairan Pulau Jemur ini berlindung di bagian tengah Pulau Jemur yang terdapat air laut yang tenang. Setelah gelombang laut mengecil atau badai berkurang barulah para nelayan keluar untuk memulai aktivitas menangkap ikan kembali. Pulau Jemur memiliki pemandangan dan panorama alam yang indah, selain itu Pulau Jemur ini amat kaya dengan hasil lautnya, disamping penyu-penyu tersebut naik ke pantai dan bertelur, penyu tersebut menyimpang telurnya di bawah lapisan pasir-pasir pantai, satwa langka ini dapat bertelur 100 sampai 150 butir setiap ekornya. Selain itu Pulau Jemur juga terdapat beberapa potensi wisata lain diantaranya adalah
Goa Jepang, Mercusuar, bekas tapak kaki manusia, perigi tulang, sisa-sisa pertahanan Jepang, batu Panglima Layar, Taman Laut dan pantai berpasir
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT)
memiliki luas 144.223 Ha, dengan ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah (lowland tropical rain forest), kawasan ini merupakan peralihan antara hutan rawa dan hutan pegunungan dengan ekosistem yang unik dan berbeda dibandingkan dengan kawasan taman nasional lainnya yang ada di Indonesia. Bukit Tiga Puluh merupakan hamparan perbukitan yang terpisah dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan terletak di perbatasan Propinsi Jambi dan Riau, daerah ini merupakan daerah tangkapan air (catchment area) sehingga membentuk sungai-sungai kecil dan merupakan hulu dari sungai-sungai besar di daerah sekitarnya. Beberapa jenis fauna yang dapat dijumpai di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh antara lain : Harimau Sumatera, Beruang Madu, Tapir, Siamang, Kancil, Babi Hutan, Burung Rangkong, Kuaw, dan berbagai jenis satwa lainnya. Sedangkan jenis flora langka yang diduga endemik di kawasan tersebut adalah Cendawan Muka Rimau (Rafflesia haseltii). Selain merupakan habitat dari berbagai jenis flora dan fauna langka dan dilindungi, kawasan TNBT juga merupakan tempat hidup dan bermukim beberapa komunitas suku terasing seperti Talang Mamak, Anak Rimba dan Melayu Tua, yang menjadikan kawasan ini menarik untuk dijelajahi.
Pantai Rupat Utara Tanjung Medang
Berlokasi di Kecamatan Rupat,
Pulau Rupat. Kawasan Pantai Pasir Panjang terdiri atas Tanjung Medang, Teluk Rhu dan Tanjung Punak di Kecamatan Rupat dan berhadapan langsung dengan
Kota Dumai, dengan mudah dapat dicapai karena dari
Dumai tersedia transportasi laut untuk penumpang umum. Pasir di pantai ini berwarna putih dan bersih yang memungkinkan pengunjung untuk mandi, berjemur, berolahraga air, rekreasi keluarga dan bersantai menikmati kejernihan air lautnya dengan ombak yang sedang.
Air Terjun Aek Martua
Terletak di kecamatan Bangun Purba,
Kabupaten Rokan Hulu merupakan air terjun bertingkat-tingkat, sehingga sering pula disebut air terjun tangga seribu, dapat ditempuh melalui jalan darat, kira-kira 2/3 dari bawah terdapat kuburan pertapa Cipogas dengan air terjun yang bertingkat-tingkat dan sungguh mengagumkan untuk dinikmati.
Objek Wisata Bono
Terletak di Desa Teluk Meranti, sepanjang
Sungai Kampar dan
Sungai Rokan. Bono adalah fenomena alam yang datang sebelum pasang. Air laut mengalir masuk dan bertemu dengan air sungai Kampar sehingga terjadi gelombang dengan kecepatan yang cukup tinggi, dan menghasilkan suara seperti suara guntur dan suara angin kencang. Pada musim pasang tinggi, gelombang sungai Kampar bisa mencapai 4-6 meter, membentang dari tepi ke tepi menutupi keseluruhan badan sungai. Peristiwa ini terjadi setiap hari, siang maupun malam hari. Hal yang menarik turis ke objek wisata ini adalah kegiatan berenang, memancing, naik sampan, dan kegiatan lainnya.
yaitu Danau Pulau Besar terletak di Desa Zamrud, Kecamatan Siak Sri Indrapura, dengan luas sekitar 28.000 Ha, dan Danau Naga di Sungai Apit. Danau Bawah dan Danau Pulau Besar terletak dekat lapangan minyak Zamrud, Kecamatan Siak, memiliki panorama indah yang mengagumkan dan menarik. Di sekitar danau masih ditemukan hutan yang masih asli. Kondisi danau maupun hutan di sekitar danau berstatus Suaka Marga Satwa yang luasnya mencapai 2.500 hektar, dimana masih terdapat berbagai aneka jenis satwa dan tumbuhan langka. Sumber daya hayati yang terdapat di danau ini seperti pinang merah, ikan arwana dan ikan Balido yang termasuk dilindungi. Keanekaragaman jenis satwa liar di Suaka Marga Satwa danau Pulau Besar dan danau Bawah merupakan kekayaan tersendiri sebagai objek wisata tirta di Riau Daratan.
Wisata Budaya
Provinsi Riau memiliki berbagai wisata budaya maupun keagamaan. Beberapa contoh wisata budaya yang terkenal dari daerah ini yaitu :
Upacara Bakar Tongkang
Upacara Bakar Tongkang adalah wisata budaya unggulan Provinsi Riau dari Kabupaten Rokan Hilir (Rohil). Upacara Bakar Tongkang telah menjadi wisata nasional bahkan internasional. Upacara Bakar Tongkang adalah upacara tradisional masyarakat Tionghoa di Ibu Kota kabupaten Rokan Hilir yakni
Bagansiapiapi.
Ritual Bakar Tongkang merupakan kisah pelayaran masyarakat keturunan Tionghoa yang melarikan diri dari si penguasa Siam di daratan
Indo China pada abad ke-19. Didalam kapal yang di pimpin Ang Mie Kui, terdapat patung Dewa Kie Ong Ya dan lima dewa, dimana panglimanya disebut Taisun Ong Ya. Patung -patung dewa ini mereka bawa dari tanah Tiongkok, dan menurut keyakinan mereka bahwa dewa tersebut akan memberikan keselamatan dalam pelayaran, hingga akhirnya mereka menetap di Bagansiapiapi.
Untuk menghormati dan mensyukuri kemakmuran dan keselamatan yang mereka peroleh dari hasil laut sebagai mata pencaharian utama masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi, maka mereka membakar wangkang (tongkang) yang dilakukan setiap tahun. Sedangkan prosesi sembahyang dilaksanakan pada tanggal 15 dan 16 bulan 5 tahun Imlek / penanggalan China.
Mesjid Raya Pekanbaru
Mesjid Raya dan Makan Marhum Bukit serta Makam Marhum Pekan. Mesjid Raya Pekanbaru terletak di Kecamatan Senapelan memiliki arsitektur tradisional yang amat menarik dan merupakan mesjid tertua di Kota Pekanbaru. Mesjid ini dibangun pada abad 18 dan sebagai bukti Kerajaan Siak pernah berdiri di kota ini pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah dan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai sultan keempat dan kelima dari Kerajaan Siak Sri Indrapura. Di areal Mesjid terdapat sumur mempunyai nilai magis untuk membayar zakat atau nazar yang dihajatkan sebelumnya. Masih dalam areal kompleks mesjid kita dapat mengunjungi makam Sultan Marhum Bukit dan Marhum Pekan sebagai pendiri kota Pekanbaru. Marhum Bukit adalah Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (Sultan Siak ke-4) memerintah tahun 1766 – 1780, sedangkan Marhum Bukit sekitar tahun 1775 memindahkan ibukota kerajaan dari Mempura Siak ke Senapelan dan beliau mangkat tahun 1780.
Istana Siak Sri Indrapura
Istana Kerajaan Siak adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang terbesar di Daerah Riau, mencapai masa jayanya pada abad ke 16 sampai abad ke 20. Dalam silsilah Sultan-sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura dimulai pada tahun 1725 dengan 12 sultan yang pernah bertahta. Kini, sebagai bukti sejarah atas kebesaran kerajaan Melayu Islam di Daerah Riau, dapat kita lihat peninggalan kerajaan berupa kompleks Istana Kerajaan Siak yang dibangun oleh Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 dengan nama ASSIRAYATUL HASYIMIAH lengkap dengan peralatan kerajaan. Sekarang Istana Kerajaan Siak Sri Indrapura dijadikan tempat penyimpanan benda-benda koleksi kerajaan antara lain : Kursi Singgasana kerajaan yang berbalut (sepuh) emas, Duplikat Mahkota Kerajaan, Brankas Kerajaan, Payung Kerajaan, Tombak Kerajaan, Komet sebagai barang langka dan menurut cerita hanya ada dua di dunia dan lain-lain. Di samping Istana kerajaan terdapat pula istana peraduan.
Terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar,
Kabupaten Kampar atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir sungai Kampar Kanan. Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter, diluar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampai ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan candi Tua, candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.Selain dari candi Tua, candi Bungsu, Mahligai Stupa dan Palangka, di dalam kompleks candi ini ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Diluar kompleks ini terdapat pula bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis bangunannya. Kompleks candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat budhistis ini merupakan bukti pernahnya agama Budha berkembang di kawasan ini beberapa abad yang silam. Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan. Ada yang mengatakan abad kesebelas, ada yang mengatakan abad keempat, abad ketujuh, abad kesembilan dan sebagainya. Tapi jelas kompleks candi ini merupakan peninggalan sejarah masa silam.
Benteng Tujuh Lapis
Terletak di daerah Dalu-dalu, Kecamatan Tambusai,
Kabupaten Rokan Hulu. Benteng tanah yang dibuat masyarakat dalu-dalu pada zaman penjajahan
Belanda atas petuah T
uanku Tambusai di atas bumbun tanah ditanam bambu atau aur berduri. Bekas benteng tersebut ditinggalkan Tuanku Tambusai pada tanggal 28 Desember 1839. Disekitar daerah dalu-dalu ini juga terdapat beberapa benteng-benteng yang disebut Kubu.
Referensi
- ^ Badan Pusat Statistik Riau
- ^ Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 2003.
Lihat pula
Pranala luar
http://id.wikipedia.org/wiki/Riau